monggo cari yang ingin anda baca

Selasa, 29 Oktober 2013

Aku Sadar...

Tak terasa ternyata sebentar lagi aku akan meninggalkan masa putih abu-abu. Ujian Nasional yang telah kulewati seminggu lalu seperti tak berbekas bagiku, hanya doa saja yang aku lantunkan mengiringi hari-hariku. Penantianku dan teman-temanku akan hasil UN itu cukup membuat hatiku gelisah. Bukan hanya gelisah karena takut tidak lulus, melainkan gelisah karena aku sangat merindukan orang tuaku di rumah karena sudah lama aku tak berjumpa dengannya. Ingin rasanya memeluk ibu bapakku untuk menenangkan kegelisahanku yang kurasakan saat ini. Namun apa daya, aku masih harus tinggal di asrama sekolah ini karena masih banyak tanggungan yang harus aku selesaikan sebelum aku meninggalkan sekolahku tercinta ini.
Tiga tahun lalu aku memang disekolahkan orang tuaku di SMA unggulan yang berbasis asrama ini, kalau aku lihat sekolah ini mirip dengan pesantren. Kegiatan-kegiatan sekolah pun tidak hanya pada akademik saja, tetapi juga kegiatan keagamaan yang menjadi salah satu keunggulan dari sekolah yang terletak di kaki gunung Karang ini.


Awalnya aku merasa berat hati karena harus berpisah dari orang tua untuk waktu yang cukup lama bagiku. Tiga tahun memang pada awalnya terasa lama bagiku, namun setelah aku jalani ternyata tak terasa begitu lama. Aku sama sekali tak menyesal sekolah disini, lingkungan yang kondusif membuatku nyaman tinggal di asrama yang sejuk dan juga teman-teman yang baik hati selalu menemani hari-hariku hidup dalam kebersamaan.
Senang rasanya bisa merasakan hidup mandiri tanpa orang tua selama tiga tahun, aku bisa merasakan bahwa hidup itu tidak selamanya menyenangkan. Beruntung sekali aku bisa merasakan perjuangan hidup, susahnya hidup tanpa orang tua, namun ini semua tentu bermanfaat bagiku. Aku jadi merasa lebih dewasa hidup di asrama, mungkin jika aku selalu bersama orang tua aku akan manja kepada mereka. Sungguh rugi bagi mereka yang hidup selalu merasakan kenikmatan dari orang tuanya, selalu bersenang-senang dengan uang dari orang tuanya. Sudah seharusnya kita berusaha membahagiakan dan meringankan beban orang tua dari sekarang, terutama bagi anak laki-laki sebagai generasi penerus bangsa yang harus bertanggung jawab.
Sebulan sebelum Ujian Nasional kemarin, aku dan beberapa temanku mencoba mendaftarkan diri mengikuti ujian Tulis masuk perguruan tinggi ternama di kota Jogjakarta. Sejak kecil ketika aku masih polos memang aku sendiri sangat menginginkan untuk kuliah di kota istimewa itu. Entah apa yang membuatku begitu menginginkan kuliah disana, yang aku pikirkan hanyalah bagaimana caranya aku bisa kesana. Maka kesempatan Ujian Tulis pun aku manfaat kan, aku tahu kemampuan akademikku tidak begitu bagus, namun aku tetap mencoba karena bila aku mencoba tentu akan ada peluang untuk diterima dibandingkan tidak mencoba sama sekali.
Pengumuman hasil Ujian Tulis itu tinggal menghitung jam saja, mungkin ini juga salah satu yang membuatku gelisah saat ini selain kegelisahan menunggu pengumuman UN dan gelisah karena rindu orang tua di rumah. Tetapi aku terus berusaha menenangkan diri semampuku agar aku tidak terhanyut dalam kegelisahan yang menyelimutiku ini.
Malam pun tiba, mentari telah berganti menjadi bulan. Pengumuman Ujian Tulis akan diumumkan tepat pukul 00.00 di website perguruan tinggi itu. Teman-temanku sengaja tidak tidur malam karena mungkin mereka sudah tidak sabar ingin melihat hasil Ujian Tulis yang selama ini dinanti-nanti. Tetapi tidak bagiku, aku tidur seperti biasanya pada jam 10 malam, walaupun aku juga sedang menunggu pengumuman itu tetapi aku tetap ingin tidur terlebih dahulu karena aku sudah tak kuasa menahan kantuk.
Aku pun tidur nyenyak seperti biasanya seperti tak ada kejadian yang begitu penting bagiku, padahal pengumuman itu salah satu jalan untuk mencapai keinginanku. “Tak apa lah, toh masih ada hari esok untuk melihatnya” pikirku.
Entah aku sedang bermimpi apa waktu itu, tiba-tiba salah seorang temanku membangunkanku dengan sedikit memaksa dan mengatakan sesuatu “bangun woy.. kamu keterima tuh..” kata Ucup teman sekamarku. Namun aku sendiri masih dalam keadaan setengah sadar tak menghiraukan ucapan Ucup tersebut. Setelah beberapa menit akhirnya aku terbangun dan beranjak dari tempat tidurku menuju teras asrama dimana teman-temanku sedang berkumpul. Setibanya disana aku langsung disambut dengan sorakan teman-temanku “huu baru bangun.. tuh nama kamu liat tuh..” kata Ucup. Setelah melihat pengumuman itu secara langsung aku pun baru tersadar tenyata aku benar-benar diterima di perguruan tinggi yang aku idam-idamkan selama ini.
Tak kusangka ternyata aku diterima, tak lupa ku ucap syukur kepada Tuhan atas doaku yang telah dikabulkanNya ini. Aku langsung berlari ke kamar dan hendak menelpon orang tuaku. Awalnya aku ragu jika menelpon orang tua malam-malam begini akan mengganggu waktu tidurnya. Namun aku coba menelpon dan tak lama panggilanku langsung diangkat ibuku. Aku mengabarkan kabar gembira ini dengan semangat kepada ibuku tercinta, tak kusangka ternyata saat itu ibuku baru saja selesai salat tahajjud “alhamdulillah akhirnya diterima juga, mamah seneng nak.. mamah juga baru selesai tahajjud dan ternyata langsung dikabulkan.. selamat ya nak,,” kata ibuku dengan nada terharu. Tak terasa air mataku mengalir membasahi pipiku yang lembut ini, aku sangat terharu dan bersyukur sekali dilahirkan dari orang tua yang perhatian seperti ibuku.
Kini aku tahu betapa kerasnya perjuangan orang tuaku, aku tahu ibu dan bapakku selama ini selalu berjuang untuk anak-anaknya agar menjadi anak yang baik dalam hal agama, pendidikan maupun akhlaknya. Mereka rela mengorbankan apapun untuk anaknya tercinta. Aku baru menyadari hal itu, sungguh betapa bodohnya diriku jika selama ini aku terus mengeluh, menyia-nyiakan waktu hanya untuk bersenang-senang dan lain sebagainya.
Aku sadar, suatu saat nanti aku akan menjadi orang tua. Tak selamanya aku menjadi anak-anak, jika umurku panjang tentu aku berharap dan akan berusaha menjadi orang tua yang baik untuk anak-anakku nanti seperti perjuangan kedua orang tuaku kepadaku yang kurasakan saat ini. Terutama ibuku yang telah mengandungku selama sembilan bulan dan beliau tidak mengeluh menanggung beban di perutnya selama itu hingga terlahir “aku” yang tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak mengetahui apa-apa.

Namun kini aku bisa sekolah, bisa membaca, bisa menulis dan bisa melakukan hal-hal yang baik tentunya karena kedua orang tuaku yang mengajariku sejak aku kecil hingga sekarang. Aku sendiri belum bisa membalas apa-apa untuk ibu bapakku, namun aku tetap berusaha menjadi yang terbaik bagi mereka. 

*karya Devki Firmansyah

3 komentar:

  1. ah..mengenang masa lalu..
    nggak pake nangis kan, nulisnya?haha

    BalasHapus
  2. ternyata devki ngeblogger juga... Salam blogger dev ^^v ...

    BalasHapus
  3. maap yee baru dibales. hehe

    Indra --> ada kalimat penipuan nih "Tak terasa air mataku mengalir membasahi pipiku yang lembut ini, " haha

    Wulan --> iya nih, masih amatiran ngeblognya. hehe

    BalasHapus