Tak terasa ternyata sebentar lagi aku akan
meninggalkan masa putih abu-abu. Ujian Nasional yang telah kulewati seminggu
lalu seperti tak berbekas bagiku, hanya doa saja yang aku lantunkan mengiringi
hari-hariku. Penantianku dan teman-temanku akan hasil UN itu cukup membuat
hatiku gelisah. Bukan hanya gelisah karena takut tidak lulus, melainkan gelisah
karena aku sangat merindukan orang tuaku di rumah karena sudah lama aku tak
berjumpa dengannya. Ingin rasanya memeluk ibu bapakku untuk menenangkan
kegelisahanku yang kurasakan saat ini. Namun apa daya, aku masih harus tinggal
di asrama sekolah ini karena masih banyak tanggungan yang harus aku selesaikan
sebelum aku meninggalkan sekolahku tercinta ini.
Tiga tahun lalu aku memang disekolahkan orang
tuaku di SMA unggulan yang berbasis asrama ini, kalau aku lihat sekolah ini
mirip dengan pesantren. Kegiatan-kegiatan sekolah pun tidak hanya pada akademik
saja, tetapi juga kegiatan keagamaan yang menjadi salah satu keunggulan dari
sekolah yang terletak di kaki gunung Karang ini.
Awalnya aku merasa berat hati karena harus
berpisah dari orang tua untuk waktu yang cukup lama bagiku. Tiga tahun memang
pada awalnya terasa lama bagiku, namun setelah aku jalani ternyata tak terasa
begitu lama. Aku sama sekali tak menyesal sekolah disini, lingkungan yang
kondusif membuatku nyaman tinggal di asrama yang sejuk dan juga teman-teman
yang baik hati selalu menemani hari-hariku hidup dalam kebersamaan.
Senang rasanya bisa merasakan hidup mandiri
tanpa orang tua selama tiga tahun, aku bisa merasakan bahwa hidup itu tidak
selamanya menyenangkan. Beruntung sekali aku bisa merasakan perjuangan hidup,
susahnya hidup tanpa orang tua, namun ini semua tentu bermanfaat bagiku. Aku
jadi merasa lebih dewasa hidup di asrama, mungkin jika aku selalu bersama orang
tua aku akan manja kepada mereka. Sungguh rugi bagi mereka yang hidup selalu
merasakan kenikmatan dari orang tuanya, selalu bersenang-senang dengan uang
dari orang tuanya. Sudah seharusnya kita berusaha membahagiakan dan meringankan
beban orang tua dari sekarang, terutama bagi anak laki-laki sebagai generasi
penerus bangsa yang harus bertanggung jawab.
Sebulan sebelum Ujian Nasional kemarin, aku
dan beberapa temanku mencoba mendaftarkan diri mengikuti ujian Tulis masuk
perguruan tinggi ternama di kota Jogjakarta. Sejak kecil ketika aku masih polos
memang aku sendiri sangat menginginkan untuk kuliah di kota istimewa itu. Entah
apa yang membuatku begitu menginginkan kuliah disana, yang aku pikirkan
hanyalah bagaimana caranya aku bisa kesana. Maka kesempatan Ujian Tulis pun aku
manfaat kan, aku tahu kemampuan akademikku tidak begitu bagus, namun aku tetap
mencoba karena bila aku mencoba tentu akan ada peluang untuk diterima
dibandingkan tidak mencoba sama sekali.
Pengumuman hasil Ujian Tulis itu tinggal
menghitung jam saja, mungkin ini juga salah satu yang membuatku gelisah saat
ini selain kegelisahan menunggu pengumuman UN dan gelisah karena rindu orang
tua di rumah. Tetapi aku terus berusaha menenangkan diri semampuku agar aku
tidak terhanyut dalam kegelisahan yang menyelimutiku ini.
Malam pun tiba, mentari telah berganti menjadi
bulan. Pengumuman Ujian Tulis akan diumumkan tepat pukul 00.00 di website
perguruan tinggi itu. Teman-temanku sengaja tidak tidur malam karena mungkin
mereka sudah tidak sabar ingin melihat hasil Ujian Tulis yang selama ini
dinanti-nanti. Tetapi tidak bagiku, aku tidur seperti biasanya pada jam 10
malam, walaupun aku juga sedang menunggu pengumuman itu tetapi aku tetap ingin
tidur terlebih dahulu karena aku sudah tak kuasa menahan kantuk.
Aku pun tidur nyenyak seperti biasanya seperti
tak ada kejadian yang begitu penting bagiku, padahal pengumuman itu salah satu
jalan untuk mencapai keinginanku. “Tak apa lah, toh masih ada hari esok untuk
melihatnya” pikirku.
Entah aku sedang bermimpi apa waktu itu,
tiba-tiba salah seorang temanku membangunkanku dengan sedikit memaksa dan
mengatakan sesuatu “bangun woy.. kamu keterima tuh..” kata Ucup teman
sekamarku. Namun aku sendiri masih dalam keadaan setengah sadar tak
menghiraukan ucapan Ucup tersebut. Setelah beberapa menit akhirnya aku
terbangun dan beranjak dari tempat tidurku menuju teras asrama dimana
teman-temanku sedang berkumpul. Setibanya disana aku langsung disambut dengan
sorakan teman-temanku “huu baru bangun.. tuh nama kamu liat tuh..” kata Ucup.
Setelah melihat pengumuman itu secara langsung aku pun baru tersadar tenyata
aku benar-benar diterima di perguruan tinggi yang aku idam-idamkan selama ini.
Tak kusangka ternyata aku diterima, tak lupa
ku ucap syukur kepada Tuhan atas doaku yang telah dikabulkanNya ini. Aku
langsung berlari ke kamar dan hendak menelpon orang tuaku. Awalnya aku ragu
jika menelpon orang tua malam-malam begini akan mengganggu waktu tidurnya.
Namun aku coba menelpon dan tak lama panggilanku langsung diangkat ibuku. Aku
mengabarkan kabar gembira ini dengan semangat kepada ibuku tercinta, tak
kusangka ternyata saat itu ibuku baru saja selesai salat tahajjud
“alhamdulillah akhirnya diterima juga, mamah seneng nak.. mamah juga baru
selesai tahajjud dan ternyata langsung dikabulkan.. selamat ya nak,,” kata
ibuku dengan nada terharu. Tak terasa air mataku mengalir membasahi pipiku yang
lembut ini, aku sangat terharu dan bersyukur sekali dilahirkan dari orang tua
yang perhatian seperti ibuku.
Kini aku tahu betapa kerasnya perjuangan orang
tuaku, aku tahu ibu dan bapakku selama ini selalu berjuang untuk anak-anaknya
agar menjadi anak yang baik dalam hal agama, pendidikan maupun akhlaknya.
Mereka rela mengorbankan apapun untuk anaknya tercinta. Aku baru menyadari hal
itu, sungguh betapa bodohnya diriku jika selama ini aku terus mengeluh,
menyia-nyiakan waktu hanya untuk bersenang-senang dan lain sebagainya.
Aku sadar, suatu saat nanti aku akan menjadi
orang tua. Tak selamanya aku menjadi anak-anak, jika umurku panjang tentu aku
berharap dan akan berusaha menjadi orang tua yang baik untuk anak-anakku nanti
seperti perjuangan kedua orang tuaku kepadaku yang kurasakan saat ini. Terutama
ibuku yang telah mengandungku selama sembilan bulan dan beliau tidak mengeluh
menanggung beban di perutnya selama itu hingga terlahir “aku” yang tidak bisa
berbuat apa-apa dan tidak mengetahui apa-apa.
Namun kini aku bisa sekolah, bisa membaca,
bisa menulis dan bisa melakukan hal-hal yang baik tentunya karena kedua orang
tuaku yang mengajariku sejak aku kecil hingga sekarang. Aku sendiri belum bisa
membalas apa-apa untuk ibu bapakku, namun aku tetap berusaha menjadi yang
terbaik bagi mereka.
*karya Devki Firmansyah
*karya Devki Firmansyah
ah..mengenang masa lalu..
BalasHapusnggak pake nangis kan, nulisnya?haha
ternyata devki ngeblogger juga... Salam blogger dev ^^v ...
BalasHapusmaap yee baru dibales. hehe
BalasHapusIndra --> ada kalimat penipuan nih "Tak terasa air mataku mengalir membasahi pipiku yang lembut ini, " haha
Wulan --> iya nih, masih amatiran ngeblognya. hehe